Ketika Hadapi Duduk Kasus Ini Bikin Perawat Stress
Bekerja sebagai Perawat di Rumah Sakit banyak hikmah yang sanggup dipetik nan sarat dengan pengalaman hidup. Pastinya, Perawat akan banyak pula menemui keluhan dan segala macam penyakit. Berangkat dari pengalaman demikian, merupakan ajaran berharga bagi Perawat untuk selalu menjaga biar kesehatannya tetap terjaga. Serta berusaha pula membuat relasi serasi dengan siapa saja.
Perawat akan bisa mengambil suatu kesimpulan sesudah mempelajari riwayat penyakit pasien. Seraya bisa mengetahui seluk-beluk kharakter dan tabiat banyak sekali pasien dan keluarga yang dihadapinya. Bila orangnya menyerupai ini, maka reaksinya menanggapi sesuatu wacana akan menyerupai ini. Hal demikian bisa diketahui dari pola yang sudah pernah terjadi.
Kesimpulan ini penulis rangkum menurut apa yang pernah dilihat dan rasakan sebab sering berinteraksi dengan banyak sekali macam orang dan beraneka perkara di rumah sakit.
Dari banyak sekali pengalaman yang penulis rasakan dan lihat tersebut, yang tersulit itu yaitu melayani keluarga pasien. Sedangkan pasien sendiri secara umum dikuasai akan patuh terhadap proses pengobatan demi mencapai keadaan kesehatan lebih baik.
![]() |
Ilustrasi Perawat hadapi persoalan Photo : Getty Images |
Sebagai Perawat, hal tersebut harus menjadi perhatian khusus, terkadang Perawat dituntut oleh situasi untuk bekerja ekstra demi menjaga marwah keprofesiaanya, termasuk institusi tempatnya bekerja biar tidak dilecehkan. Maka dari itu, Perawat lebih cendrung mendapatkan keadaan dan siap salah. Padahal secara SOP tidak harus demikian, tidak harus takut menghadapi. Tapi, kenyataan berkata lain.
Kemudian, ketika menghadapi keluarga pasien tidak bisa mendapatkan kenyataan atas meninggalnya keluarga mereka ketika menjalani perawatan. Meja, pintu dan benda lainnya berpotensi melayang, bahkan bisa mengenai Perawat itu sendiri atau petugas lainnya. Namun, hal demikian hanya bisa dimaklumi, sebab dalam teori proses kehilangan (berduka) Menurut Kubler-Ross (1969) ada 5 proses/ tahap yang akan dilalui oleh orang ditinggalkan (keluarga pasien), diantaranya:
1. Terjadi Penyangkalan (Denial), yakni menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Akan muncul kalimat menyerupai ini, “Tidak, mustahil menyerupai itu,” atau “Tidak akan terjadi pada keluarga saya, seandainya kamu....!” Pernyataan demikian, umum dilontarkan oleh keluarga pasien atas kekecewaannya terhadap layanan kesehatan dari Perawat maupun petugas lainnya yang tidak berhasil menolong.
2. Marah (Anger), yaitu pada tahap ini orang akan lebih sensitif sehingga gampang sekali tersinggung dan marah. Hal tersebut terjadi sebagai bentuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan orang yang ia sayangi dan cintai.
3. Penawaran (Bargaining), pada tahap ketiga ini, seseorang berupaya untuk mencegah kehilangan. Tapi, apa daya, tidak akan bisa kembalikan keadaan. Akhirnya, berusaha mencari masukan dan pendapat dari orang lain yang ia percaya.
4. Depresi (Depression), yakni ketika kehilangan telah disadari benar adanya maka akan timbul pengaruh konkret dari makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai berusaha memecahkan masalah.
5. Penerimaan (Acceptance), yaitu Kubler-Ross mendefinisikan perilaku penerimaan ada jikalau seseorang bisa menghadapi kenyataan dari pada hanya mengalah dan berputus asa.
Nah, ketika kejadian proses kehilangan atau berduka di rumah sakit, keluarga pasien cendrung berada pada tahap 1 dan2 sehingga Perawat sebagai 'ujung tombak' pelayanan akan menjadi target kekecewaan, bahkan diperlakukan kasar. Namun, pada umumnya Perawat berusaha memahami, dan berupaya memperbaiki keadaan. Sebab, teori si Kubler-Ross itu selalu didengungkan sebagai penggalan dari mekanisme ketika menghadapi pasien dan keluarga jelang dan pasca sakratul maut.
Yah, kira-kira demikianlah hal paling sukar dihadapi Perawat di rumah sakit atau di sarana pelayanan kesehatan. Namun, Perawat dituntut untuk bisa memahami situasi tanpa melaksanakan perlawanan yang bisa memperburuk keadaan. Padahal sebagaimana yang pernah dituliskan oleh Dudut Tanjung Mahasiswa Keperawatan, Program Doktoral di Universitas Indonesia dalam sebuah artikel di medianers bahwa, "WHO telah menekankan "zero tolerance" terhadap kejahatan fisik maupun psikis kepada petugas kesehatan ketika bekerja."(AntonWijaya)
Komentar
Posting Komentar